Foto dari peruri.co.id |
Sedalam apa cinta kita kepada rupiah ? Kalau saya sih, cinta
banget sama rupiah. Bukan hanya rupiah lembaran biru dan merah, tapi juga rupiah logam. Ya, uang logam atau koin masih termasuk alat pembayaran yang sah di
negeri ini. Tetapi, diakui atau tidak, banyak
orang yang meremehkan nilai kecil dari uang logam. Saya termasuk yang memegang
teguh prinsip, uang sejuta nggak akan jadi sejuta kalau kurang uang koin 50
rupiah. Saya paling nggak bisa terima, kalau belanja di toko trus yang empunya
toko bikin harga ada buntutnya 50 rupiah, padahal mereka nggak menyiapkan uang
kembalian 50 rupiah. Parahnya lagi jika kasirnya langsung membulatkan keatas.
Nggak disebut sama sekali si 50 rupiah ini. Duuuh, syedih.. Nggak dihargai sama
sekali. Padahal 50 rupiah juga duit loh…
Kembalian uang koin, sering juga digantikan dengan permen.
Padahal kalau kita beli, pastinya yang punya toko ogah dibayar dengan permen.
Kasus lain, kembalian koin diminta untuk disumbangkan. Ini biasanya di
minimarket jaringan. Mau nggak mau terpaksa mau, karena mau bilang ‘jangan’
tengsin juga, kan? Tapi kalau nggak
ikhlas mendingan jangan mau deh, daripada ujung-ujungnya ngamal tapi ngomel.
Apakagi ketika cek struk ternyata sama
sekali tidak ada penampakan kemana larinya koin tadi. Jika memang jelas
peruntukan donasinya, dan hati benar-benar ikhlas, no problemo.
Di era digital sekarang ini, fungsi uang koin semakin terpinggirkan dengan adanya
e money. Kemudahan bertransaksi dengan e money praktis tidak lagi memerlukan
uang koin sebagai kembalian. Tapi bukan
berarti uang koin menjadi tidak berguna. Karena tidak semua sektor transaksi
bisa terjangkau dengan layanan e money. Jadi,
selama Bank Indonesia masih mengakui uang logam sebagai alat pembayaran yang
sah, uang koin masih tetap berlaku. Ada sanksi pidana bagi yang menolak
pembayaran dengan rupiah, termasuk uang logam ini.
Saya biasanya membawa uang logam bernilai kecil jika keluar rumah. Hal ini sangat memudahkan saya dalam bertransaksi. Setidaknya menghindarkan saya menerima kembalian dalam bentuk permen. Keengganan masyarakat bertransaksi menggunakan uang logam,
membuat tingkat pengembalian uang koin ke Bank Indonesia cukup rendah, yaitu
hanya sekitar 16%. Selebihnya, uang logam tersendat di masyarakat. Jika kita
mengaku cinta rupiah, coba deh cek lagi laci-laci, bawah meja, kolong lemari
atau kolong tempat tidur. Kumpulkan logam atau koin receh yang tergeletak pasrah selama
bertahun-tahun di tempat-tempat tersebut. Putarkan kembali untuk transaksi. Penggunaan uang
secara seimbang baik logam maupun kertas juga merupakan wujud nyata cinta
rupiah.
0 Komentar
Haloo, terima kasih sudah membaca ! Jika kalian mempunyai pertanyaan terkait artikel ini, silakan drop pertanyaan di kolom komentar, bukan melalui media sosial. Jangan gunakan profil 'unknown' ya .. ( maaf banget niih, komentar 'unknown' dan meninggalkan link hidup tidak saya tampilkan )