Setiap mengajak Faisya mengikuti lomba, pasti saya 'briefing' sebelumnya, bahwa dalam lomba nantinya nggak semua akan menang. Ada juga yang kalah dan artinya yang kalah ini nggak dapat piala. Berangkatnya sih iya-iya. Pada prakteknya selesai lomba ada saja drama mewek-mewek minta piala.
Kondisi seperti ini memang sering terjadi di usia dini. Ketika anak-anak belum paham bagaimana menerima kegagalan. Beberapa orangtua malah mengusulkan ke sekolah agar semua peserta mendapatkan piala sebagai hadiah hiburan. Lebih ekstrim lagi, ada yang nekat mengambil jalan pintas, pesan piala. Pokoknya menang nggak menang si anak dapat piala. Gimana caranya lah asal anaknya nggak nangis.
Pernah ada yang nyaranin ke saya begitu. "Belikan piala aja mbak, murah koq..! Timbang anaknya nangis.."
Buat saya, ini bukan sekadar tentang murah atau mahalnya harga sebuah piala. Mendingan anak nangis daripada memberikan piala yang dibeli. Saya ngobrol dengan kepala sekolah TK nya Faisya tentang usulan Mama-mama mengenai pengadaan piala untuk semua murid. Kata beliau piala akan diberikan hanya untuk yang menang saja. Bagaimanapun anak-anak juga harus berlatih berkompetisi dan menerima jika mengalami kegagalan. Saya setuju banget dengan pendapat beliau.
Untung bisa dirayu dengan membuat piala dari kertas, gitu aja sudah bahagia |
Kondisi seperti ini memang sering terjadi di usia dini. Ketika anak-anak belum paham bagaimana menerima kegagalan. Beberapa orangtua malah mengusulkan ke sekolah agar semua peserta mendapatkan piala sebagai hadiah hiburan. Lebih ekstrim lagi, ada yang nekat mengambil jalan pintas, pesan piala. Pokoknya menang nggak menang si anak dapat piala. Gimana caranya lah asal anaknya nggak nangis.
Pernah ada yang nyaranin ke saya begitu. "Belikan piala aja mbak, murah koq..! Timbang anaknya nangis.."
Buat saya, ini bukan sekadar tentang murah atau mahalnya harga sebuah piala. Mendingan anak nangis daripada memberikan piala yang dibeli. Saya ngobrol dengan kepala sekolah TK nya Faisya tentang usulan Mama-mama mengenai pengadaan piala untuk semua murid. Kata beliau piala akan diberikan hanya untuk yang menang saja. Bagaimanapun anak-anak juga harus berlatih berkompetisi dan menerima jika mengalami kegagalan. Saya setuju banget dengan pendapat beliau.
Mental untuk bangkit ketika menemui kegagalan ini sangat penting ditumbuhkan,dimana anak juga harus belajar kecewa ketika menemui kondisi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena tidak selamanya anak akan dihadapkan dalam kondisi yang nyaman. Diakui atau tidak, kondisi saat ini dunia bergerak super cepat dan sangat kompetitif. Kemampuan akademis saja tidak cukup, anak harus diasah agar memiliki ketangguhan. Inilah yang dinamakan karakter resilient.
Akhirnya, dapat piala juga! kalau ini asli, bukan dari kertas |
Lebih banyak tentang menumbuhkan karakter resilient, saya kemarin belajar banyak di acara Nutriclub. Menurut Ibu Nadya Pramesrani, M. Psi, Psikolog Keluarga dari Rumah Dandelion yang hadir pada acara tersebut, masa usia dini adalah waktu yang tepat dalam memahami dan mengembangkan resiliensi. Salah satu caranya adalah dengan melalui pengalaman yang bermakna atau purposeful exposure.
Nah, ngomong-ngomong tentang purposeful exposure kemarin saya juga sempat mampir ke booth Royal Lounge di Pakuwon Mall Surabaya. Booth yang disponsori oleh Nutriclub ini berisikan wahana-wahana yang sarat dengan kegiatan bermakna bagi si kecil. Yang pertama saya lihat, ada lantai digital yang bisa mengajak anak untuk berinteraksi menyelesaikan tantangan yang diberikan. Misalnya, harus menghadapi "ulat-ulat" dengan cara meloncat dan menginjaknya. Wah, kebayang kan.. anak-anak pasti seneng boleh loncat-loncatan. Setelah "ulat-ulat" berhasil dikalahkan, anak-anak "memanen" buah apel.
Nggak cuma sampai disitu, masih ada tantangan melewati "buaya" di "sungai". Jika ada step yang gagal, konsekuensinya harus mengulang permainan dari awal. Disini anak-anak nggak cuma hore-hore tetapi ada tujuan agar anak-anak berani menghadapi tantangan dan juga memiliki mental yang tangguh untuk bangkit jika menemui kegagalan.
Nggak cuma sampai disitu, masih ada tantangan melewati "buaya" di "sungai". Jika ada step yang gagal, konsekuensinya harus mengulang permainan dari awal. Disini anak-anak nggak cuma hore-hore tetapi ada tujuan agar anak-anak berani menghadapi tantangan dan juga memiliki mental yang tangguh untuk bangkit jika menemui kegagalan.
Tidak hanya wahana untuk anak, para Mama juga bisa berkonsultasi dengan psikolog-psikolog yang dihadirkan di Royal Lounge. Kemarin saya ngobrol-ngobrol dengan mbak Binky, dari Rumah Dandelion. Meskipun Faisya sudah bukan balita lagi, tapi ternyata namanya belajar tuh nggak ada selesainya. Banyak hal yang musti masih saya biasakan lagi ke anak-anak untuk mengasah karakter resiliensinya. Sebab, saya percaya resiliensi ini bukan bawaan lahir tetapi harus ditumbuhkan. Kita sebagai orang tua wajib banget paham bagaimana menumbuhkannya.
Selain konsultasi dengan psikolog, disediakan juga tools untuk mengetahui seberapa kuat resiliensi si kecil kita. Mama tinggal mengisi data nama dan usia anak, kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di layar. Nanti akan muncul hasil seberapa resilient si kecil kita.
Apakah resiliensi hanya bisa dideteksi melalui tes ? Tentu tidak, dengan mengamati keseharian anak kita juga dapat mengukur seberapa resilient si kecil kita. Ada 5 ciri yang bisa kita jadikan patokan dalam menilai seberapa kuat resiliensi pada si kecil kita.
Kegiatan lain yang dapat memberikan tantangan bersifat purposeful exposure, misalnya travelling, outbond dan simple family project.
- Kegiatan travelling akan memberikan tantangan bagaimana beradaptasi dengan kondisi di luar rutinitas sehari-hari.
- Kegiatan outbond, menuntut anak bergerak aktif di luar ruangan sehingga dapat mencoba beragam aktivitas baru.
- Simple Family Project, memberikan tantangan kepada anak untuk bekerja sama sesuai tugasnya. Misalnya, membuat rumah-rumahan kardus, berikan tugas sesuai kemampuan anak dan bimbing mereka melaksanakan tugasnya hingga tuntas.
Tantangan dalam aktivitas purposeful exposure ini juga bermaksud agar anak mengetahui batas kemampuan dirinya dan apa yang dia miliki untuk menghadapi masalah.
Jika hal ini konsisten dilakukan anak akan terbiasa menghadapi tantangan dan ketidakpastian sehingga terbiasa akan fokus pada cara penyelesaian masalah yang paling efektif.
Ngobrol santai dengan mba Binky, Psikolog dari Rumah Dandelion |
Kita bisa melakukan tes resiliensi melaluui monitor ini |
Selain konsultasi dengan psikolog, disediakan juga tools untuk mengetahui seberapa kuat resiliensi si kecil kita. Mama tinggal mengisi data nama dan usia anak, kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di layar. Nanti akan muncul hasil seberapa resilient si kecil kita.
Apakah resiliensi hanya bisa dideteksi melalui tes ? Tentu tidak, dengan mengamati keseharian anak kita juga dapat mengukur seberapa resilient si kecil kita. Ada 5 ciri yang bisa kita jadikan patokan dalam menilai seberapa kuat resiliensi pada si kecil kita.
- Adaptif, yaitu kemampuan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat
- Berani, yaitu keberanian anak dalam mencoba dan menghadapi hal baru, juga tantangan-tantangan baru dan mengalahkan rasa takut.
- Mandiri, anak bisa mengandalkan diri sendiri dalam mengambil keputusan.
- Gigih, anak tak mudah menyerah ketika menghadapi tantangan.
- Banyak Akal, mampu mencari solusi saat menghadapi tantangan.
Resiliensi Bukan Faktor Bawaan, Melainkan Ditumbuhkan
Pernah nggak kita -entah sengaja atau tidak- mempermudah tantangan dalam proses belajar anak? Misalnya nih, karena nggak sabar lihat anak kelamaan memasang tali sepatu, buru-buru kita ambil alih. Membantunya memakai kaos kaki, hanya supaya cepat selesai padahal sebenarnya si kecil bisa melakukannya sendiri. Atau menyuapinya karena nggak sabar melihat nasi berceceran..? Hayo, siapa pernah ? Sayaa dong..! ( Ngaku )
Hal-hal yang sepertinya remeh temeh seperti contoh-contoh diatas, merupakan proses anak dalam mengasah resiliensinya. Jadi sebaiknya berikan kepercayaan kepada si kecil untuk melakukannya. Karena peran orang tua sebagai orang terdekat untuk mendukung pembentukan karakter resilient sejak dini sangat diperlukan.
Kegiatan lain yang dapat memberikan tantangan bersifat purposeful exposure, misalnya travelling, outbond dan simple family project.
- Kegiatan travelling akan memberikan tantangan bagaimana beradaptasi dengan kondisi di luar rutinitas sehari-hari.
- Kegiatan outbond, menuntut anak bergerak aktif di luar ruangan sehingga dapat mencoba beragam aktivitas baru.
- Simple Family Project, memberikan tantangan kepada anak untuk bekerja sama sesuai tugasnya. Misalnya, membuat rumah-rumahan kardus, berikan tugas sesuai kemampuan anak dan bimbing mereka melaksanakan tugasnya hingga tuntas.
Tantangan dalam aktivitas purposeful exposure ini juga bermaksud agar anak mengetahui batas kemampuan dirinya dan apa yang dia miliki untuk menghadapi masalah.
Resiliensi Akan Menambah Percaya Diri
Ketika resiliensi anak sudah terasah dengan baik, rasanya kita nggak khawatir lagi dimanapun si kecil berada. Karena pastinya, dia akan mampu menghadapi tantangan baik di masa sekarang maupun tantangan di masa depan. Jika dulu Faisya mewek setiap lomba kalau nggak dapat piala, sekarang sudah lebih percaya diri, seperti ketika mengikuti kompetisi matematika ini. Meskipun tahun lalu belum berhasil maju ke babak semi final, tahun ini masih semangat untuk mencoba lagi.
Buat teman-teman yang kemarin belum sempat datang ke booth Royal Lounge, jangan khawatir karena semua informasi dan pembelajaran yang ada di Royal Lounge juga diinformasikan secara detail di website resmi Nutriclub.
Di website ini, selain full dengan informasi bergizi seputar dunia parenting dan kesehatan anak, kita juga bisa mengakses tes-tes berikut ini
- Tes Resiliensi untuk melihat seberapa tangguh si kecil,
- Baby Cost Calculator untuk menghitung perencanaan kebutuhan si kecil
- Alergi Expert untuk deteksi resiko alergi si kecil sejak dini.
Semua tes diatas dapat dengan mudah kita akses melalui website. Nutriclub berharap informasi dan fitur yang disajikan pada website dapat diakses lebih banyak orang tua di Indonesia, sehingga dapat bersama-sama mendukung si kecil untuk resilient baik secara mental maupun fisik dan lebih terarah dalam mencapai kesuksesan di masa depan.
Nah, setelah ada gambaran tentang karakter resilient, kira-kira tips apa yang akan teman-teman lakukan untuk mengasah karakter tersebut pada si kecil? Sharing, yuk...
72 Komentar
Thumbs up bun😍😍
BalasHapusAlhamdulillah...artikelnya sangat bagus Bu, bisa menambah ilmu dalam mendidik buah hati, terimakasih...
BalasHapusSama2 pak.. Makasih banyak kunjungannya..! Jangan lupa dicoba tools yang ada di web nutriclub ya..
HapusHhhmmm iseng mampir, kerren mb Novri
BalasHapusMantab... Rajin nulis.. Jadi penyemangat saya buat nulis
BalasHapusaamiin, makasih sudah mampir mba Rita.. sukses selalu untuk mbak. YUk nulis lagi
HapusInfonya menarik. Saya mungkin bisa menerapkan ini pada adik saya.
BalasHapusSip.. Membentuk karakter resilient tidak instant, butuh pembiasaan. Semangat mba Manda..
HapusJangan lupa kunjungi website Nutriclub untuk tes tumbuh kembang adik ya mba
HapusRupanya hal-hal sederhana sangat bisa dipakai untuk mengajari anak ya terutama untuk perkembangan psikologinya. Selama ini tahunya motorik2 aja
BalasHapusIya, bener banget mba. Ngga cm perkembangan motorik saya. Resiliensi juga perlu diperhatikan
HapusIngin cerita juga bbrp waktu yang lalu saya nemenin adik saya yang masih kelas 2 SD ikut lomba model / fashion show baju muslimah gitu. Salut juga mengingat saya sewaktu seusia dia blm berani unjuk gigi di depan banyak orang sementara dia udah berpengalaman dari TK. Acap kali dapat juara, juga pernah membawanya masuk koran. Sayang, kemarin dia gak juara. Sedih dan berkecil hati, mungkin pasti. Namun akhirnya kita berusaha untuk memberinya semangat dan tidak menekan. Bertanya di mana letak salahnya seramah mungkin, dan bersama mengevaluasi agar bisa belajar sama-sama.
BalasHapusBtw, asik juga tempat mainnya.
Iya bener mba.. Sy juga salut kalau lihat anak2 sekarang. Di usia mereka saya mah apatuh, cuma beraninya ngumpet di belakang ibu, hehehe.
HapusTdk apa-apa sesekali tidak menangm bagus juga utk belajar kecewa dan bangkit dari kegagalan. Semoga ketangguhan adik kian terasah . sukses selalu yaa..
kunjungan yang bermanfaat kalo bahas parenting gini, saya baru tahu istilah resiliensi, jdi ingat pas mudik,anak ikutan kelas TPA di kampung, punya om sekolahnya, dia ga menang lomba apa2 tapi dpt piala,.katanya biar adil dan ga iri, ehm ternyata ga bagus jg ya metode gini, mengenai memakaikan sepatu nya wah jd kesindiri..heheh tadi pagi baru ngelakuin gara2 anak buru2 takut ditinggal mobil jemputannya..besok saya suruh sendiri aja.saya penasaran tes resiliensi jd sekalian meluncur
BalasHapusHehee.. Kita kadang pengen cepet dan praktisnya ya mbak, saya juga sering gitu
HapusAlhamdulillah jika bermanfaat, terima kasih sudah mampir mba..
Wah bener banget, selama ini kita pengennya instan, nyiapin anak,masangin sepatu biar bisa cepet atau rumah tetep rapi dan ternyata berpengaruh ke kemandirian dan ketangguhannya juga ya mbak..nice info
BalasHapusTotally agree
BalasHapusKarena kalau enggak ditumbuhkan sejak kecil akan kebawa sampai gede y, Mb
Saya pun suka bilang ke bocah enggak semua yg kita inginkan langsung terjadi
Belajar kecewa untuk bisa kuat sangat penting
Anak-anak memang harus diberikan kepercayaan bahwa mereka bisa melakukan suatu kegiatan. Mau nggak mau, anak yang awalnya nggak bisa akan terbiasa lalu menjadi mahir. Aku setuju juga bahwa setiap anak harus dikenalkan pada kemenangan dan kegagalan. Di dunia ini selalu ada dua hal yang saling bertolak belakang. Dengan legowo saat kalah dalam berkompetisi, anak-anak akan belajar tetap rendah hati juga sebab mereka tahu bahwa di atas langit masih ada langit lagi.
BalasHapusBetul banget mba.. Sepakat!
HapusMemberikan pemahaman terhadap itu memang tidak mudah. Banyaknya lagi orang tua pada tidak sabar. Termasuk saya. Hehehe...
BalasHapusKegagalan semestinya sesuatu yang tidak perlu ditakutkan ya. Yang penting anak masih terus semangat dan optimis untuk berusaha mencoba
Suami saya ini bikin saya sebel, misal kita mau pergi.
BalasHapuskaya pagi ini, Anak saya ada halfday camp kan di Taman bermain pas sarapan, karena ga sabar dia suapin. Suka banget begitu.
Saya juga suka ikutin si kecil lombah. Si kecil cuma nanya kadang "kenapa friend-nya dapat Trophy dan dia tidak" trophy itu apa? dan diberikan kenapa? hal-hal seperti itu. Say ajelaskan saja sesederhana mungkin. Karena anak saya termasuk yang kosa katanya sedikit, sebab bicara dua bahasa jadi saya ngejelasinnya kadang harus cari bahasa yang biasa dia pakai.
Traveling bersama keluarga memang membuat keluarga jadi semakin dekat. Kalau kami biasa pergi meski ketempat yg dekat2 aja hehe
BalasHapusWah seru pasti ya.. Meskipun dekat, minimal anak belajar tentang dunia luar rumah
HapusIya juga, ya. Penting banget mendidik anak agar kelak menjadi pribadi yang tangguh. Saya suka ajak anak travelling dan kadang buat tantangan kecil-kecilan berhadiah untuk mereka. Ya, tapi itu kadang suka gak tega kalau di antara mereka ada yang kalah. Semoga saya bisa lebih konsisten ya mom. Thanks artikelnya sarat informasi bermanfaat 😊👍
BalasHapusmakasih sharingnya mbak, saya bisa menerapkan ke anak saya.
BalasHapusSetuju bangett...
BalasHapusKetika ada yang menganjurkan agar anak tidak ikut lomba, saya menolak
Karena lomba membuat anak belajar sportif, merasakan kalah, hal yang ngga mungkin dibuat oleh ortunya ya? :D
Betul mbak, asal jangan ortunya yang ngebet anaknua harus juara, yekaan.. Hehee
HapusSaya masih suka bantuin anak pake kaos kaki dan ikat tali sepatu, apalagi gemes disaat dia makan, saya pen nyuapin. Hehehe, ternyata gak boleh keseringan ya?
BalasHapusHahaa.. saya juga mba..!
HapusTrus pelan2 belajar 'tega'. Eh abis itu kalau neneknya datang apa2 dilayanin, kata neneknya, mumpung ada nenek, gak tiap hari juga.. Hahaha
jadi ibu harus "tega" yah sama anak, bagaimanapun untuk kebaikan dan tumbuh kembang anak kita sendiri
BalasHapusTega dan tegas.. Sebab sekalinya ibu ngga konsisten dengan aturan yang sudah disepakati, jadi celah buat anak untuk ngakali aturan. Hihi, keliatan banget saya galak jadi ibu ya mba
HapusKadang sebagai orang tua suka overprotective sama anak. Takut anak "terluka".padahal lebih kasihan kalau sampai dewasa ia tidak bisa menerima keadaan..
BalasHapusBener mba, saya selalu mikirnya kalau karakter positif anak2 ngga kita bentuk dari sekarang, kasihan nanti gede nya juga kasihan suami/istri nya kelak.. Hehe jauh banget yaa mikirnya
HapusAnakku masih balita, Mbak. Orangtua berlatih sabar spy anak belajar utk challenging, biar resiliensinya tumbuh. Sebuah kemampuan bertahan hidup nih...
BalasHapusYup betul.. Mental tangguh agar tidak cengeng menghadapi tantangan dunia. Keren ya campaign nya Nutriclub
HapusWah, masih belajar banyak lagi dari mbak ni karena masih calon ibu, jadi belum bisa memberikan tips apa2. 😅Mungkin lain lagi kalau sudah ada anak nantinya akan muncul ide kreatif untuk membangun tumbuh kembang anak. Terima kasih atas informasinya.🙏
BalasHapusMasama mba..
HapusHeheh, saya belajar dari website dan event parenting Nutriclub mba Yell.. Nanti kalau sudah punya anak, bisa sering-sering kepoin web nya Nutriclub ya
Ikutan lomba bikin anak sportif dan bisa menerima kekalahan atau menang dengan lapang dan tidak sombong.
BalasHapusBetul sekali, sepakat mba Tian
HapusSetuju mbak.
BalasHapusSaat anak ikut lomba bkn kemenangan tujuannya, tetapi lebih pada proses belajar berkompetisi
Yups.. Toss dulu mba.. Sepakat kita
HapusSuka mbak sama artikelnya ❤️ betul banget, lebih baik anak diajarkan lebih dini untuk menerima kekalahan dalam sebuah kompetisi daripada kita harus membeli piala. Ilmu ini mungkin akan mengakar pada dirinya bahwa untuk mendapatkan sesuatu kita harus berusaha maksimal dan ga bisa dibeli dengan apapun.
BalasHapusIlmu parenting yg sangat bermanfaat ❤️ thanks for share mbak..
Masama mbaa.. Terima kasih sudah mampir
HapusSalut dengan Nutriclub! Mempersembahkan event/booth yang sarat ilmu bagi parents dan juga arena permainan keren bagi anak, ya, Mba?
BalasHapusSemoga banyak orang tua yang bisa mendapatkan pembelajaran dan pencerahan dari agenda ini atau dari website mereka, sehingga tugas parenting menjadi semakin berdaya sehingga terbentuk generasi yang lebih cerdas kreatif dan bisa diandalkan bagi jusa dan bangsa nantinya.
Aamiin.
Btw, I am so excited membayangkan betapa hepinya anak-anak melompat2 membasmi "ulat", hihi.
Betul mbak, event Nutriclub bergizi banget sebab ilmunya daging semua.
HapusYg tidak hadir event pun masih bisa akses lewat web.
Iya betul, lucu-lucu.. Anak-anak belajar resiliensi dengan gembira dan excited juga
Ah setuju sekali, saya jadi ingat cara orang tua mendidik saya. Semoga dapat menerapkannya pula ke anak-anak saya kelak. Thanks for share, Mbak ❤
BalasHapusKalau sudah ada pola yang baok dari orang tua insyaAllah mudah mba.. Karena biasanya kita otomatis mengadaptasi pola asuh ortu ke anak2 kita...
HapusMasama mba, makasih udah mampir
Aku baru tahu loh istilah resilient ini. Bener juga ya, banyak orang tua yang dengan mudahnya memberikan tropi palsu buat anaknya untuk mengobati kalah lomba. Padahal intinya anak justru belajar tangguh dengan mengalami juga kekalahan
BalasHapusHihii sama mba, sayapun. Untung dapat kesempatan hadir di event bergizi kayak gini
HapusWell noted nih Mbak Novri,, resiliensi pd anak hrs ditumbuhkan mengingat tantangan zaman yg kian rumit. Thank you for sharing yaa.. Suka topiknya nihh
BalasHapusBaru tahu istilah resiliensi dari blog ini. Makasih sharing-nya :) Saya termasuk ibu 'tega' yang jarang bantu untuk hal-hal kecil yang bisa anak-anak lakukan sendiri. Makan, mandi, pakai kaos kaki mereka sudah bisa lakukan sejak dini. Begitu juga dalam hal berkompetisi dan belajar di sekolah. Alhamdulillah paling tidak meminimalisir tantrum kalau mengalami kegagalan.
BalasHapusIya ya mba, ini juga saya lagi mau coba arahkan anakku yang hobi lego biar ikutan lomba kreasi. Buat nambah pengalaman baru dan mengasah resiliensinya.
BalasHapusSeru kelihatannya. Dan pastinya bermanfaat banget. Tugas orang tua memang salah satunya menyiapkan anak agar memiliki daya juang dan tak mudah menyerah dengan kesulitan dan tantangan zaman yang makin kompleks. Saya termasuk yang ketat dalam melatih kemandirian sama anak-anak, sampai-sampai dicandai teman2 menelantarkan mereka. Hihi... maksudnya tegaan ngga bantu mereka mengatasi kesulitan. Memang harus sedikit tega. Tapi sekarang manfaatnya sangat terasa.
BalasHapusDukungan orang tua terhadap anak untuk berkreasi sangat diperlukan, untuk menambah pengalaman baru bagi anak
BalasHapusKompetisi buat anak bagus, asalkan ortunya gak push terlalu harus jd juara dll. Aalagi kalau anaknya suka. Bener bisa menumbuhkan resiliensi supaya sadar bahwa kadang hidup gak seperti yg diharapkan dan punya manajemen kecewa yg baik :D
BalasHapusSeringkali ortu yang ngebet anaknya jadi juara. Padahal yg lebih utama adalah proses dan melatih mentalnya
HapusBagus banget artikelnya. Orang tua jadi lebih banyak tahu bagaimana seharusnya bersikap pada anak ketika kompetisi mbak. Saya sebagai ibu juga melatih anak2 mandiri sejak sekarang. Lama nggak masalah pakai sepatu yang penting mereka bisa tuntas melakukannya.
BalasHapusIya, namanya juga berproses ya mba.. Ngga bs serba instan
HapusBetul ini mbak. Jaman sekarang kayaknya orang tua juga gak sabaran ya, pengen serba cepat. akhirnya anak selalu dibantu. Suatu saat mereka bingung tidak tahu harus bagaimana secara mandiri, karena selalu dibantu.
BalasHapusIni bagus banget ya programnya, agar orang tua juga bisa menumbuhkan resiliensi di masing2 anak.
Betul mba, semoga banyak yang mengakses web nutriclub jadi banyak orangtua yang makin paham
Hapusjadi nambah lagi nih wawasan untuk parenting. berguna sekali nanti kelak punya anak. thank ya mom...
BalasHapusMasamaa.. Nabung ilmu dulu ya , hehehe
HapusKunci keberhasilan anak bukan semata dia selalu menang, tetapi juga bisa menerima kondisi saat kekalahan itu datang. Jadi nantinya anak juga bisa menerimanya dengan lapang dada. Meski awalnya bersedih, tapi tidak membuatnya berlarut-larut.
BalasHapusBetul mba, ngga bs instan prosesnya.. Harus melalui pembiasaan yang baik
HapusOo namanya resiliensi, ya mbak. Seringkali hasrat emak ingin anaknya tangguh, kuat dan mandiri. Tapi nggak tahan jika anak sudah mengeluh susah dan merasa lelah dengan berbagai atribut tugas.
BalasHapusJadinya emak membantu, ternyata salah ya mbak, hehe.
Si emak butuh introspeksi diri agar anak bisa resilensi.
Nice sharing mb.
Sayapun baru tahu 'resiliensi' dari event Nutriclub ini mba.
HapusSetuju mba, lebih baik anak nangis daripada beli piala. Kita bisa mengalihkan pada hal lain jika si anak tetap merengek.
BalasHapusBtw, acara Nutriclub seru juga ya mba dan tentunya bisa bermaafaat baik bunda maupun si kecil.
Acaranya bergizi mba,ilmunya bak daging semua. Tinggal ngunyah, ngga ada duri/tulangnya.. Hehehe..
HapusAku paling ngga sabar liat anakku makan berantakan, tapi kalau untuk pakai baju, kaos kaki, dan sepatu sendiri justru aku paksa supaya bisa hehehe
BalasHapusWah terima kasih infonya mbak. Saya baru tahu istilah resiliensi ini.
BalasHapusSaya setuju dengan cerita mbak tentang piala. Bukan tentang masalah harga pialanya, tapi ini tentang mempersiapkan mental anak agar dapat menerima rasa kecewa dan sedih dalam perjalanan kehidupannya kelak :)
Selamat ya, Faisha cantiiik. Berkat ketelatenan bundanya, juga semangat nak cantik, akhirnya berhasil juara. Meskipun jadi juara bukan goal yang utama ya, Mbak...
BalasHapusAdanya kompetisi dan bisa untuk mengikutinya ternyata memberikan dampak yang luar biasa ya buat perkembangannya
BalasHapusHaloo, terima kasih sudah membaca ! Jika kalian mempunyai pertanyaan terkait artikel ini, silakan drop pertanyaan di kolom komentar, bukan melalui media sosial. Jangan gunakan profil 'unknown' ya .. ( maaf banget niih, komentar 'unknown' dan meninggalkan link hidup tidak saya tampilkan )